KEBIJAKAN PUBLIK
I.
Hakikat
Kebijakan Publik
Kebijakan
publik mencakup hukum, peraturan, perundang-undangan, keputusan, dan
pelaksanaan yang dibuat oleh Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif;
Birokrasi pemerintahan; Aparat penegak hukum; dan Badan-badan pembuat keputusan
publik yang lain. Kebijakan publik adalah semua kebijakan yang berkaitan dengan
hukum ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan dibuat oleh lembaga yang
berwenang. Tujuan penerapan kebijakan publik adalah agar sesuatu yang telah
digariskan tersebut bukan hanya bersifat abstrak, namun menjadi suatu yang
terealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kebijakan
publik melibatkan komponen seperti manusia, dana, sara dan prasarana.
Sosialisasi kebijakan publik dilakukan dengan menggunakan berbagai media massa.
II.
Pengertian,
Jenis-jenis, dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik
Istilah
kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris
"Public
Policy". Kata "policy" ada yang menerjemahkan menjadi
"kebijakan" (Samodra Wibawa, 1994; Muhadjir Darwin, 1998) dan adajuga
yang menerjemahkan menjadi "kebijaksanaan" (Islamy, 2001; Abdul
Wahap, 1990).Meskipun belum ada "kesepakatan", apakah policy
diterjemahkan menjadi "Kebijakan" ataukah "kebijaksanaan",
akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan
istilah kebijakan maka dalam modul ini, untuk public policy diterjemahkan
menjadi "kebijakan publik".
A.
Uraian
Ø
Pengertian
Kebijakan Publik.
a. Thomas R. Dye
Thomas
R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut:
"Public
Policy is whatever the government choose to do or not to do". (Kebijakan
publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan
"tindakan" pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak
melakukan sesuatu, inipun merupakan kebijakan publik, yang tentunya ada
tujuannya.
Sebagai
contoh: becak dilarang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, bertujuan untuk
kelancaran lalu-lintas, karena becak dianggap mengganggu kelancaran
lalu-lintas, di samping dianggap kurang manusiavvi. Akan tetapi, dengan
dihapuskannya becak, kemudian muncul "ojek sepeda motor". Meskipun "ojek
sepeda motor" ini bukan termasuk kendaraan angkutan umum, tetapi
Pemerintah DKI Jakarta tidak meiakukan tindakan untuk melarangnya. Tidak adanya
tindakan untuk melarang "ojek" ini, dapat dikatakan kebijakan publik,
yang dapat dikategorikan sebagai "tidak meiakukan sesuatu".
Ø
James
E. Anderson
Anderson
mengatakan : "Public Policies
are those policies developed by governmen¬tal bodies and officials".
(Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan
dan pejabat-pejabat pemerintah).
Ø
David
Easton
David
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut : "Public policy is the authoritative
allocation of values for the whole society".(Kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh anggota masyarakat).
Kesimpulan:
ü Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
yang berupa tindakan-tindakan pemerintah.
ü Kebijakan publik baik untuk melakukan atau
tidak meiakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu.
ü Kebijakan publik ditujukan untuk
kepentingan masyarakat.
B.
Jenis-jenis Kebijakan Publik.
·
James
E. Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut:
a.
Substantive
and Procedural Policies.
·
Substantive
Policy.
Suatu
kebijakan dilihatdari substansi masalahyangdihadapi oleh pemerintah.Misalnya: kebijakan
pendidikan, kebijakan ekonomi, dan Iain-lain.
·
Procedural
Policy.
Suatu
kebijakan dilihatdari pihak-pihak yang terlibatdalam perumusannya (Policy
Stakeholders).Sebagai contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan publik, meskipun
ada Instansi/Organisasi Pemerintah yang secara fungsional berwenang membuatnya,
misalnya Undang-undang tentang Pendidikan, yang berwenang membuat adalah
Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan pembuatannya, banyak
instansi/organisasi lain yang terlibat, baik instansi/organisasi pemerintah
maupun organisasi bukan pemerintah, yaitu antara lain DPR, Departemen
Kehakiman, Departemen Tenaga Kerja, Pecsatuan Guru Indonesia (PGRI), dan
Presiden yang mengesyahkan Undang-undang tersebut. Instansi-instansi/
organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy stakeholders.
b.
Distributive,
Redistributive, and Regulatory Policies.
·
Distributive
Policy.
Suatu
kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada
individu-individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan.Contoh:
kebijakan tentang "Tax Holiday"
·
Redistributive
Policy
Suatu
kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau
hak-hak.Contoh: kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
·
Regulatory
Policy.
Suatu
kebijakan yang memgatur tentang pembatasan/ pelarangan terhadap
perbuatan/tindakan.Contoh: kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan
senjata api.
c.
Material
Policy.
Suatu
kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material
yang nyata bagipenerimanya. Contoh:
kebijakan pembuatan rumah sederhana.
d.
Public
Goods and Private Goods Policies.
·
Public
Goods Policy.
Suatu
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan-pelayanan
oleh pemerintah, untuk kepentingan orang banyak. Contoh: kebijakan tentang
perlindungan keamanan, penyediaan jalan umum.
·
Private
Goods Policy.
Suatu
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pihak
swasta, untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas, dengan
imbalan biaya tertentu.Contoh: kebijakan pengadaan barang-barang/pelayanan
untuk keperluan perorangan, misalnya tempat hiburan, ho¬tel, dan Iain-lain.
3. Tingkat-tingkat Kebijakan Publik.
Mengenai
tingkat-tingkat kebijakan publik ini, Lembaga Administrasi Negara (1997),
mengemukakan sebagai berikut:
a. LingkupNasional
1) KebijakanNasional
Kebijakan
Nasional adalah adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis
dalam pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD
1945.Yang berwenang menetapkan kebijakan nasional adalah MPR, Presiden, dan
DPR.Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat
berbentuk: UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (PERPU).
2) Kebijakan Umum
Kebijakan
umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU,untuk
mencapai tujuan nasional.Yang berwenang menetapkan kebijakan umum adalah
Presiden.Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk : Peraturan Pemerintah
(PP), Keputusan Presiden (KEPPRES), Instruksi Presiden (INPRES).
3) Kebijakan Pelaksanaan.
Kebijaksanaan
pelaksanaan adalah merupakan penjabaran dari kebijakan umumsebagai strategi
pelaksanaan tugas di bidang tertentu. Yang berwenang menetapkan kebijakan
pelaksanaan adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan pimpinan
LPND.Kebijakan pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk Peraturan, Keputusan,
Instruksi pejabat tersebut di atas.
b. Lingkup Wilayah Daerah.
1) Kebijakan Umum.
Kebijakan
umum pada lingkup Daerah adalah kebijakan pemerintah daerah
sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka mengatur
urusan Rumah Tangga Daerah.Yang berwenang menetapkan kebijakan umum di Daerah
Provinsi adalah Gubernur dan DPRD Provinsi. Pada Daerah Kabupaten/Kota
ditetapkan oleh BupatiAValikota dan DPRD Kabupaten/Kota.Kebijakan umum pada
tingkat Daerah dapat berbentuk Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi dan PERDA
Kabupaten/Kota.
2) Kebijakan Pelaksanaan
Kebijakan
pelaksanaan pada lingkup Wilayah/Daerah ada tiga macam:
·
Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan PERDA;
·
Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan pelaksanaan kebijakan nasional
di Daerah;
·
Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind) merupakan pelaksanaan
tugas Pemerintah Pusat di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
Yang
berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan adalah:
·
Dalam
rangka desentralisasi adaiah Gubernur/ Bupati/Walikota;
·
Dalam
rangka dekonsentrasi adalah Gubernur/ Bupati/Walikota;
·
Dalam
rangka tugas pembantuan adalah Gubernur/ Bupati/Walikota.
Dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan berupa
Keputusan-keputusan dan Instruksi Gubernur/Bupati/Walikota.Dalam rangka
pelaksanaan dekonsentrasi berbentuk Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota
III.
Tahap
- Tahap Kebijakan Publik
Kebijakan
Publik : Berdasarkan berbagai definisi
para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.
Tahap-tahap
kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1.
Penyusunan Agenda
Agenda
setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang
disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah
publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.Dalam
agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering
disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya
muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan
produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu
bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada
beberapa Kriteria yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya:
Ø Telah mencapai titik kritis tertentu, jika
diabaikan akan menjadi ancaman yang serius;
Ø Telah mencapai tingkat partikularitas
tertentu berdampak dramatis;
Ø Menyangkut emosi tertentu dari sudut
kepentingan. Orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
Ø Menjangkau dampak yang amat luas ;
Ø Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan
dalam masyarakat ;
Ø Menyangkut suatu persoalan yang fasionable
(sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Ø Karakteristik : Para pejabat yang dipilih
dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak
disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ø Ilustrasi : Legislator negara dan
kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan
dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite
dan tidak terpilih.
Penyusunan
agenda kebijakan idealnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi
kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi
kebijakan
Masalah
yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah.
3.
Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.
Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat,
warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya
bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung
berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah
yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat
dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini
orang belajar untuk mendukung pemerintah.
4.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara
umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi
kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan,
program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
IV.
Pihak-Pihak
Yang Terlibat Dalam Perumusan Kebijakan Publik pada Pemerintahan Pusat.
·
Presiden/
Wapres
·
DPR RI
·
Menteri-menteri/Kepala
Instansi yg terkait
V.
Pihak-Pihak
Yang Terlibat Dalam Perumusan Kebijakan Publik pada Pemerintahan Kabupaten
·
DPRD
Kabupaten
·
BUPATI
·
Instansi/
SKPD terkait
VI.
Pihak-Pihak
yang terlibat Dalam Perumusan Kebijakan Publik Pada Kelurahan/Desa
·
Kepala
desa
·
Swasta
·
Masyarakat.
·
Lembaga
Swadaya Masyarakat
VII.
Pentingnya
partisipasi masyarakat dalam perumusan Kebijakan Publik
·
Sebagai
pencerminan kehidupan demokratis
·
Mewujudkan
kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat
·
Menghindari
penyimpangan kekuasaan
·
Pencerminan
tanggung jawab warga negara terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara
·
Membentuk
prilaku / budaya demokratis
·
Memberi
pelajaran, membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran hokum
·
Membentuk
manusia yang bermoral dan berakhlak mulia
VIII.
Dampak
negatif akibat warga negara tidak berpartisipasi dalam perumusan Kebijak Publik
·
Rendahnya
kualitas kebijakan tersebut
·
Timbulnya
gejolak dalam masyarakat
·
Pelaksanaan
pembangunan dapat terhambat
·
Merosotnya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
·
Terjadinya
anarkisme dalam masyarakat
Komentar
Posting Komentar